Menpan RB Beri Solusi Honorer Yang Tidak Terdata di Database BKN 2023

Kotaku.id – Menpan RB Beri Solusi Honorer Yang Tidak Terdata di Database BKN 2023 – Belum lama ini, sejumlah anggota Komisi II DPR RI mengajukan pertanyaan mengenai nasib para honorer yang belum tercatat dalam basis data terbaik Badan Kepegawaian Negara (BKN). Mereka menyampaikan kekhawatiran bahwa hal tersebut dapat menghambat peluang mereka untuk diangkat sebagai Aparatur Sipil Negara Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (ASN PPPK). Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Junimart Girsang, menyatakan bahwa setidaknya ada lebih dari seribu orang honorer di berbagai daerah yang belum terdaftar dalam basis data terbaik Badan Kepegawaian Negara (BKN).
Junimart mengungkapkan bahwa banyak honorer di daerah-datang mencari bantuan darinya agar dapat dimasukkan ke dalam basis data terbaik Badan Kepegawaian Negara (BKN). Bagi para honorer, keberadaan mereka dalam basis data terbaik Badan Kepegawaian Negara (BKN) dianggap sebagai suatu keharusan mutlak, merupakan kunci untuk mendapatkan kesempatan menjadi Aparatur Sipil Negara Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (ASN PPPK) hingga Desember 2024 mendatang.
Menpan RB Beri Solusi Honorer Yang Tidak Terdata di Database BKN

Menanggapi hal ini, Plt Asisten Deputi Sumber Daya Manusia (SDM) Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) Aba Subagja menyatakan bahwa setiap tahun Kemenpan RB selalu menyusun formasi pegawai tidak kurang dari satu juta lebih, namun tingkat penerimaannya hanya mencapai 50 persen. Aba Subagja menjelaskan bahwa ketidakterserapan kuota tersebut disebabkan oleh kurangnya usulan formasi dari daerah, yang kemudian dipicu oleh keterbatasan anggaran yang dimiliki oleh daerah tersebut.
Menurutnya, pemerintah daerah tidak memiliki cukup anggaran untuk menggaji pegawai penuh waktu karena belanja pegawai sudah melebihi kapasitas sebesar 30 persen. Oleh karena itu, pengganti Deputi Sumber Daya Manusia (SDM) Alex Deni berpendapat bahwa penggunaan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) paruh waktu dapat menjadi solusi untuk mengatasi masalah keberlanjutan para honorer yang belum terdata dengan baik di sistem Badan Kepegawaian Negara (BKN).
Wakil Ketua Komisi II DPR RI dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang mewakili Provinsi Riau, Syamsurizal, mengakui bahwa kemampuan anggaran di setiap daerah beragam. Menurutnya, kemampuan anggaran di setiap daerah bersifat relatif. Syamsurizal juga menyoroti kecenderungan daerah untuk tidak ingin membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) mereka dengan dana yang sebagian besar dialokasikan untuk honorarium pegawai.
Akibatnya, anggaran untuk bidang lain, seperti pembangunan infrastruktur, terimbas. Syamsurizal berharap agar Kemenpan RB dapat berkomunikasi dengan Kementerian Keuangan untuk menyelesaikan permasalahan ini.
Syamsurizal juga mencoba mengusulkan upaya agar terdapat keseragaman dalam penanganan persoalan honorer di seluruh daerah. Dia menekankan pentingnya solusi yang tidak hanya mengandalkan kemampuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di daerah, dan ia khawatir bahwa tanpa upaya serius, persoalan honorer sulit untuk diselesaikan. Meskipun ada rencana untuk mengangkat mereka menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), Syamsurizal mengingatkan bahwa jika kecenderungan tetap pada Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja paruh waktu, itu hanya akan menjadi perubahan nama tanpa solusi nyata.

Menyikapi masukan tersebut, Menteri Abdullah Azwar Anas menyatakan setuju dengan pendapat Anggota Komisi II DPR RI (Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia). Dia mengungkapkan bahwa selama menjabat sebagai Bupati Banyuwangi, saat diminta merekrut Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dengan harapan adanya anggaran dari pusat, dia merekrut dua ribu honorer. Namun, anggaran tersebut tidak kunjung ditransfer dari pusat, sehingga dia terpaksa menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebesar 150 miliar rupiah.
Meskipun memiliki Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dapat digunakan, Menteri Anas berjanji untuk terus berkomunikasi dengan Kementerian Keuangan untuk mencari solusi teknis yang memungkinkan bantuan dalam mengusulkan formasi.
Menteri Anas juga memberikan saran agar penyelesaian masalah honorer yang belum terdata dilakukan melalui pembahasan antara daerah, Dinas Pendidikan, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Dia mengusulkan agar surat pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) diajukan sebagai langkah solutif. Sebagai alternatif, mereka dapat diangkat sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) paruh waktu terlebih dahulu, dengan harapan kemudian dapat menjadi penuh waktu di masa mendatang. Menteri Anas menegaskan bahwa fokus utama saat ini adalah memenuhi janji untuk menyelesaikan masalah honorer secara bertahap.
Dengan demikian, melalui diskusi dan keterlibatan semua pihak terkait, diharapkan dapat ditemukan solusi yang terbaik guna memastikan hak-hak para honorer terpenuhi, sambil tetap mempertimbangkan kendala anggaran di tingkat daerah. Menteri Anas menekankan pentingnya komunikasi yang terus-menerus dengan Kementerian Keuangan, sementara Syamsurizal mengingatkan bahwa upaya ini harus menghasilkan solusi nyata dan bukan hanya perubahan kosmetik semata. Dengan tekad bersama, diharapkan masalah honorer dapat dituntaskan secara bertahap, dan janji untuk menyelesaikan permasalahan ini dapat terpenuhi.