Outsourcing Ancam 12 Tenaga Honorer yang Mengabdi 5 Tahun Lebih untuk PPPK 2024

Kotaku.id – Outsourcing Ancam 12 Tenaga Honorer yang Mengabdi 5 Tahun Lebih untuk PPPK 2024 – Setelah UU ASN 2023 disahkan, perhatian khusus tertuju pada informasi terkait perekrutan ASN, terutama PPPK. UU ASN 2023 dianggap sebagai dasar hukum yang memberikan arah dan kepastian bagi tenaga honorer yang selama ini menghadapi ketidakjelasan nasib mereka. Dalam konteks ini, UU ASN 2023 juga mencakup ketentuan terkait penataan tenaga honorer yang diharapkan dapat diselesaikan hingga akhir bulan Desember 2024.
Pemerintah sedang berusaha keras untuk mengimplementasikan amanat UU ASN 2023 tersebut dengan mengadakan rekrutmen ASN PPPK pada tahun 2024. Upaya ini diharapkan dapat memberikan peluang dan kejelasan bagi para calon ASN PPPK dalam mengikuti proses seleksi yang akan dihelat pada tahun ini.
Outsourcing Ancam 12 Tenaga Honorer yang Mengabdi 5 Tahun Lebih untuk PPPK 2024

Namun demikian, sejumlah tenaga honorer yang belum terdaftar secara resmi di Badan Kepegawaian Negara (BKN) memiliki jumlah yang cukup signifikan, melebihi angka 3,38 juta. Tujuan utama dari pendataan yang dilakukan oleh BKN adalah untuk memverifikasi keabsahan data tenaga honorer dan mencegah kemungkinan adanya data yang bersifat fiktif. Selain itu, ditemukan bahwa sebagian tenaga honorer memiliki potensi kegagalan untuk menjadi Aparatur Sipil Negara Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (ASN PPPK) pada tahun 2024. Kategori tenaga honorer yang termasuk dalam kriteria tersebut antara lain adalah:
- Pengemudi
- Penjaga pintu air
- Pengamanan dalam
- Penagih pajak
- Pramutamu
- Penjaga terminal
- Satuan pengamanan
- Cleaning service
- Operator komputer
Perlu dicatat bahwa pendaftaran resmi ke dalam sistem BKN menjadi langkah krusial guna memastikan integritas data dan meminimalkan potensi kegagalan dalam mencapai status ASN PPPK pada tahun 2024 bagi para tenaga honorer tersebut.
Berita terkini mengenai nasib 9 kategori honorer yang telah disebutkan sebelumnya menyiratkan bahwa mereka akan mengalami perubahan status melalui implementasi sistem outsourcing. Tidak hanya itu, terdapat 3 kelompok tenaga honorer yang berpotensi tidak berhasil menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) pada tahun 2024, dan rinciannya sebagai berikut:
1. Honorer di Usia Pensiun
Bagi tenaga honorer yang telah mencapai usia pensiun, langkah otomatis yang akan diambil adalah pemberhentian oleh pihak terkait. Meskipun mereka telah memberikan kontribusi dalam jangka waktu yang tidak sebentar, proses pensiun menjadi penutup dari perjalanan karir mereka.
2. Honorer yang Melakukan Pelanggaran
Kelompok kedua mencakup tenaga honorer yang terlibat dalam pelanggaran aturan. Pemerintah memberikan peringatan, dengan penekanan khusus pada pelanggaran serius yang dapat menyebabkan pemutusan hubungan kerja. Selain itu, tegasnya peringatan untuk mereka yang melanggar norma dan etika memberikan penekanan serius terhadap kepatuhan.
3. Honorer dengan Rekap Ketidakhadiran Lebih dari 3 Bulan
Sementara itu, kelompok ketiga melibatkan tenaga honorer yang absen selama lebih dari 3 bulan berturut-turut, yang dapat mengancam kelangsungan karir mereka. Oleh karena itu, menjadi sangat penting bagi tenaga honorer untuk terus meningkatkan kualitas, kedisiplinan, serta ketekunan dalam menjalankan tugas mereka.
Dampak Outsourcing Terhadap Honorer Serta Solusinya
Penggunaan praktik outsourcing memiliki dampak negatif yang signifikan terhadap honorer, khususnya bagi mereka yang telah memberikan kontribusi selama lima tahun atau lebih. Individu yang tidak memenuhi syarat pengalaman kerja yang diperlukan untuk diangkat sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) berisiko kehilangan pekerjaannya.
Tidak hanya itu, outsourcing juga menciptakan ketidakpastian masa depan bagi honorer. Mereka yang bekerja melalui outsourcing dapat diakhiri kontraknya sewaktu-waktu tanpa adanya alasan yang jelas atau perlindungan yang memadai.
Sebagai solusi untuk honorer, sangat penting bagi pemerintah untuk menangani permasalahan outsourcing agar tidak merugikan mereka. Salah satu pendekatan yang mungkin diambil adalah menghapus sistem outsourcing dari berbagai instansi pemerintah.
Selain itu, pemerintah perlu memberikan jaminan keberlanjutan karier bagi honorer yang tidak dapat diangkat sebagai PPPK dengan menyediakan pelatihan dan sertifikasi kompetensi. Dengan cara ini, honorer akan memiliki kesempatan untuk mengembangkan keterampilan mereka dan dapat beralih untuk bekerja di sektor swasta dengan lebih percaya diri.
Pro dan Kontra Outsourcing

Sejak tahun 2015, Pemerintahan Joko Widodo telah menerapkan sistem outsourcing sebagai solusi untuk mengelola tenaga honorer. Meskipun demikian, respons terhadap sistem ini masih bersifat bermacam-macam. Beberapa keuntungan yang diidentifikasi melibatkan efisiensi dan efektivitas yang lebih tinggi dalam manajemen tenaga honorer.
Outsourcing juga dianggap dapat memberikan perlindungan hukum yang lebih baik bagi para pekerja. Di sisi lain, berbagai tantangan dan perbedaan pendapat juga muncul terkait dengan implementasi sistem ini. Salah satu kritik yang diajukan adalah potensi penurunan kualitas pelayanan publik yang dapat terjadi akibat penerapan outsourcing.
Selain itu, ada kekhawatiran bahwa kebijakan ini bisa memicu konflik di antara tenaga honorer dan pegawai negeri sipil. Dengan kata lain, meskipun terdapat manfaat yang diakui, ada perluasan diskusi dan evaluasi terkait dampak yang lebih luas dari kebijakan outsourcing ini.
Secara keseluruhan, penerapan sistem outsourcing oleh Pemerintahan Joko Widodo sejak tahun 2015 membawa dampak yang signifikan dalam pengelolaan tenaga honorer. Meskipun terdapat berbagai keuntungan, seperti peningkatan efisiensi dan perlindungan hukum bagi pekerja, tidak dapat diabaikan bahwa terdapat pro dan kontra yang menciptakan keraguan di kalangan masyarakat.
Penting untuk terus mendorong dialog terbuka dan konstruktif untuk mengevaluasi dampak sistem outsourcing secara holistik. Dengan demikian, dapat ditemukan solusi yang lebih inklusif dan memperhitungkan berbagai perspektif, sehingga kebijakan ini dapat terus berkembang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan keberlanjutan pelayanan publik. Kesadaran akan kompleksitas isu ini dapat menjadi landasan bagi perbaikan dan penyempurnaan kebijakan demi mencapai tujuan pembangunan yang lebih luas dan adil.