Kotaku
Beranda Pendidikan Filosofi Pendidikan Ki Hajar Dewantara: Landasan Transformasi Pendidikan

Filosofi Pendidikan Ki Hajar Dewantara: Landasan Transformasi Pendidikan

Filosofi Pendidikan Ki Hajar Dewantara Landasan Transformasi Pendidikan

Kotaku.id – Ki Hajar Dewantara adalah tokoh besar yang tersohor dengan gagasan-gagasannya dalam dunia pendidikan. Pada akhirnya beliau pun membangun banyak sekolah demi mewujudkan cita adiluhung dari gagasannya yang terkesan unik dan nyentrik.

Konteks historis pendirian sekolah yang Ki Hajar inisiasi yaitu upaya memperluas pendidikan dan pengajaran, karena sekolah yang pemerintah Belanda sediakan juga sangat terbatas. Tak hanya itu, namun bagaimana pendidikan menjadi wadah untuk memupuk patriotisme serta nasionalisme dengan spirit anti-kolonial.

Bahkan sejak ia berhasil terpilih sebagai menteri pendidikan pertama dalam kabinet Soekarno, beberapa bulan setelah proklamasi kemerdekaan, ia mengeluarkan instruksi umum. Dimana isinya berupa “seruan kepada guru agar membuang sistem pendidikan kolonial dan mengutamakan patriotisme. Dan anak yang berusia 8 tahun wajib memperoleh pendidikan sekolah dasar”.

Semangat antikolonialisme tepatnya setelah lepas dari belenggu penjajahan Belanda dan Jepang terejawantah dalam spirit membangun sosialisme. Dengan sebagaimana Soekarno cita-citakan, termasuk dalam bidang pendidikan. Tidak ada halangan bagi mereka yang mengalami kesulitan secara ekonomi untuk menikmati bangku perkuliahan ataupun sekolah. Hal ini karena, segala bentuk diskriminasi tidak jauh berbeda dengan tindakan penjajah.

Dengan maksud lain, wacana pendidikan Ki Hajar beserta implementasinya adalah wacana tandingan, sekolah perlawanan ataupun kritik atas pendidikan khas kolonial model pendidikan. Yang hanya untuk mendapat keuntungan semata agar direkrut menjadi pegawainya di kemudian hari.

Keunikan di Balik Kata Taman

Sangat menarik dan perlu Anda ketahui bahwa Ki Hajar memberikan nama sekolah yang ia bangun dengan menggunakan kata “taman”. Mulai dari jenjang usia anak dini-nya yakni nama Taman Kanak-kanak (TK), untuk setingkat SD bernama Taman Muda, untuk setara SMP bernama dengan Taman Dewasa, dan tingkat SMA bernama Taman Madya. Sementara itu, untuk tingkat perguruan tinggi bernama Taman Guru (Sarjana Wiyata).

Tidak sama dengan sekolah sekarang, istilah taman hanya ditujukan untuk pendidikan usia anak-anak, akan tetapi untuk tingkatan selanjutnya tidak lagi menggunakannya. Penggunaan istilah taman di sini berkonotasi pada keindahan, kegembiraan, alamiah, dan mendapatkan kebebasan bermain dalam memilih permainan.

Adapun, maksud dari kata ‘taman’ di sini memberikan hak istimewa kepada anak yakni dalam bermain sesuai dengan keinginannya. Sementara itu, tugas dan tanggungjawab orang tua hanya mengawasi dan mengarahkan anak supaya tidak melakukan permainan dan tindakan yang membahayakan. Dengan maksud lain, anak bebas untuk melakukan dan bermain apa saja sesuai dengan kehendaknya. Sementara orang tua membiarkan anak seraya mengawasi keselamatan dan memberi arahan yang berupa hal-hal yang berpotensi mencederai dirinya.

Gagasan ini sama halnya dengan  konsep pendidikan Shantiniketan yang Tagore dirikan di negara India. Serta mengembangkan konsep pendidikan dari Maria Montessori, yang merupakan seorang pemikir pendidikan yang berasal dari Italia. (Toto Raharjo, p. 6). Mereka mencita-citakan sekolah sama halnya dengan taman bermain yang asyik dan menawarkan keindahan.

Merdeka Belajar (Belajar Merdeka)

Ki Hajar Dewantara juga menggaungkan kemerdekaan dalam belajar anak, sehingga peran guru hanya menjadi fasilitator. Dimana memperhatikan segala apa yang bisa dikembangkan dari anak didiknya. Mana yang perlu didorong dan mana  yang mestinya dikuatkan. Sehingga sang anak dapat diarahkan menjadi dirinya sendiri dengan berkembang sesuai pada bakat dan minatnya masing-masing. Oleh sebab itu, kata Ki Hajar untuk bisa merdeka belajar, maka harus belajar merdeka.

Terdapat sebuah tulisan menarik karya dari Anton Dwisunu Hanung Nugrahanto beberapa waktu lalu yang sangat menarik untuk dicermati. Untuk membaca ini, tentu harus menggunakan akal pikiran jernih dan hati yang tenang sebagai syaratnya.

Apakah Anda pernah mempertanyakan kenapa Ki Hajar disebut dengan Bapak Pendidikan Indonesia? Apa karena pernah menjabat sebagai menteri pendidikan yang pertama? Atau murni karena gagasan fenomenalnya?

Sejujurnya tulisan di atas kuat akan sindiran, yakni Ki Hajar Dewantara itu sebenarnya bukan bapak pendidikan nasional. Sebab gagasan fenomenal yang Ki Hajar sampaikan sama sekali tidak direspon Pemerintah Republik Indonesia dari rezim ke rezim.

Prinsip taman siswa secara jujur hanya sampai pada pidato-pidato, tapi faktanya tidak pernah menjadi indikator penting. Khususnya dalam perencanaan serta pelaksanaan pendidikan nasional kita, bahkan kurikulum pendidikan taman siswa tak pernah menjadi basis di dalam sistem pedagogi.

Momong, Among, Ngemong

Slogan ini juga perlu Anda ketahui bahwa gagasan-gagasan pendidikan Ki Hajar berpihak pada sistem pendidikan progresif. Yang mana menjadikan anak berkembang sesuai dengan minat dan bakatnya masing-masing. Ki Hajar menyebutnya dengan slogan Among, yang terdiri atas “Momong”; merawat dengan penuh kasih sayang serta menanamkan kebiasaan baik.

”Among”; memberikan contoh baik dan buruk tanpa mengambil hak anak. Dan “Ngemong”; menjaga serta mengamati anak supaya mampu mengembangkan diri, bertanggungjawab, serta disiplin berdasarkan nilai yang mereka miliki sesuai kodratnya masing-masing. Singkatnya mengoptimalkan potensi anak guna potensinya terealisasi.

Sama seperti Tagore, bagi Ki Hajar Dewantara pendidikan bukan hanya sekedar transfer informasi dan kristalisasi pengetahuan semata. Akan tetapi juga harus meningkatkan daya cipta/ngerti (kognitif), daya rasa/ngrasa (afektif), dan daya karsa/nglakoni (psikomotorik). Yang nantinya akan membuahkan manusia secara humanis dan berbudaya. Dan bangga dengan identitasnya dengan menjadi diri-nya sendiri dengan ragam keunikan serta keistimewaan yang mereka punya.

Oleh sebab itu, dalam konsepsi Ki Hajar, pendidikan harusnya seperti taman bermain yang mengasikkan. Yakni untuk melatih jelajah eksplorasi dengan belajar sambil bermain, menumbuh-kembangkan potensi yang mereka punya secara optimal sesuai kodrat (minat)nya masing-masing. Karena bagi Ki Hajar “Tidak ada anak yang bodoh. Yang ada hanya guru yang tidak tahu cara mengajar.”

Kesimpulan

Itulah di atas pembahasan lengkap terkait filosofi pendidikan ki hajar dewantara. Semoga informasi yang disampaikan terkait filosofi pendidikan ki hajar dewantara di atas bisa bermanfaat dan membantu Anda.

Komentar
Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan